Pencarian
Bahasa Indonesia
  • English
  • 正體中文
  • 简体中文
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Magyar
  • 日本語
  • 한국어
  • Монгол хэл
  • Âu Lạc
  • български
  • Bahasa Melayu
  • فارسی
  • Português
  • Română
  • Bahasa Indonesia
  • ไทย
  • العربية
  • Čeština
  • ਪੰਜਾਬੀ
  • Русский
  • తెలుగు లిపి
  • हिन्दी
  • Polski
  • Italiano
  • Wikang Tagalog
  • Українська Мова
  • Lainnya
  • English
  • 正體中文
  • 简体中文
  • Deutsch
  • Español
  • Français
  • Magyar
  • 日本語
  • 한국어
  • Монгол хэл
  • Âu Lạc
  • български
  • Bahasa Melayu
  • فارسی
  • Português
  • Română
  • Bahasa Indonesia
  • ไทย
  • العربية
  • Čeština
  • ਪੰਜਾਬੀ
  • Русский
  • తెలుగు లిపి
  • हिन्दी
  • Polski
  • Italiano
  • Wikang Tagalog
  • Українська Мова
  • Lainnya
Judul
Naskah
Berikutnya
 

Seluruh Alam Semesta menyetujui, dan Tuhan memberikan Kuasa, kepada seorang Buddha, untuk menyelamatkan jiwa yang tak terhitung jumlahnya. Buddha, Guru Agung bukan hanya sekadar gelar! Bagian 3 dari 10

Details
Unduh Docx
Baca Lebih Lajut
Sangat sulit untuk menjadi seorang Buddha di dunia ini. Bukan berarti Buddha belum pernah menjadi Buddha, hanya saja Dia harus turun dan menjalin afinitas dengan para makhluk hidup lain untuk kembali sebagai Buddha, kemudian ketika Dia punya Kuasa yang cukup, Dia dapat membebaskan mereka. Itulah sebabnya. Itulah sebabnya mengapa beberapa Guru bolak-balik – dari Nirwana kembali ke Bumi kemudian kembali ke Nirwana lagi – dan banyak, banyak, banyak menderita, penderitaan yang tak terkatakan. Tapi tak ada yang bisa melihat... tak banyak. Apa pun yang dapat Anda lihat, jika Anda pikir Anda dapat melihat seorang Guru atau Buddha menderita, itu hanyalah puncak dari gunung es. Tidak banyak yang bisa Anda lihat, karena sebagian besar hal terjadi di dalam, di alam spiritual, dan di luar hanya sedikit sekali. Kita tidak banyak mendengar penderitaan Buddha, kita hanya mendengar beberapa saja, seperti Dia harus makan pakan kuda selama tiga bulan karena karma murid-murid-Nya, dan suatu kali Dia harus kehilangan jari kaki karena Devadatta, mantan murid-Nya.

Oh, tidak ada yang dapat Anda bayangkan yang tidak akan terjadi pada seorang Guru. Itulah sebabnya di masa lalu, beberapa Guru tidak menerima banyak murid, karena mereka khawatir akan ketidaksetiaan semacam ini, yang dapat membahayakan mereka. Bahkan Patriark Keenam Hui Neng, ketika Dia menerima jiasha (jubah biksu) dan mangkuk dari Guru-Nya, Dia harus melarikan diri karena murid-murid lain dari Guru yang sama, Patriark Kelima, juga mengejar-Nya dan ingin membunuh-Nya untuk mengambil kembali jiasha, jubah biksu yang melambangkan penerus. Oleh karena itu, Patriak Kelima mengatakan kepada Patriak Keenam, Hui Neng, bahwa setelah ini, “Kamu tidak lagi mewariskan jubah dan mangkuk penerus – simbol-simbol penerus – kepada orang lain lagi, agar kita tidak perlu mengalami peperangan seperti ini di dalam ashram yang sama, bahkan di dalam sistem Guru yang sama, yang dapat membunuh orang-orang.”

Jiasha – jubah luar seorang biksu, simbol untuk suksesi – sebelumnya adalah simbol dari jalan Suci menuju pencerahan, welas asih, belas kasih, kedamaian, dan semua bahasa indah yang dapat Anda temukan. Namun, bukannya menghormati dan mematuhi perintah Guru, mereka justru ingin mengejar Hui Neng dan membunuh-Nya. Biksu macam apa mereka itu? Bisakah Anda bayangkan? Jadi, dalam setiap sistem, setiap masa kehidupan, kita punya perang semacam ini di antara mereka yang punya keyakinan agama yang sama, bahkan gereja yang sama, kuil yang sama, atau ordo yang sama, atau negara yang sama sekalipun – tidak peduli. Selalu ada perang seperti itu. Tetapi bukan jubah yang akan membuat seseorang menjadi penerus. Karena jika Sang Guru tidak memberkati mereka – siapa pun yang mengambil jubah penerus – mereka tidak akan pernah menjadi apa-apa.

Sama seperti Devadatta – dia punya beberapa ratus orang yang mengikutinya, mungkin dua ratus orang, kurang lebih. Mungkin orang-orang ini bahkan tak pernah mendengar tentang Buddha. Itulah mengapa mereka tidak mengikuti Buddha. Atau mungkin mereka begitu bodoh, sehingga tidak bisa memahami apa ajaran Buddha itu. Dan mereka hanya menilai-Nya dari luar: Dia tampak seperti Devadatta, hanya mengenakan jubah biksu, dan bahkan memiliki kaidah-kaidah yang tidak seketat Devadatta. Devadatta mencoba segala macam cara hanya untuk menang, untuk membuat asketisme lebih meluas di dalam kelompoknya, sehingga orang-orang akan berpikir, “Oh, pria ini lebih suci, lebih ketat, karena Buddha masih peduli pada ini dan itu.”

Buddha tidak peduli pada apa pun! Untuk apa Dia peduli pada apa pun ketika Dia sudah meninggalkan kekayaan, kemewahan dan kerajaan-Nya di masa depan. Untuk apa Sang Buddha masih menginginkannya? Bahkan jika Dia menginginkannya, Dia bisa kembali ke kerajaan-Nya dan ayah-Nya akan memberikan segalanya kepada-Nya. Tetapi tidak, Dia hanya mengunjungi ayah-Nya sesekali, untuk mengajarkan sesuatu kepada-Nya. Dan ketika ayah-Nya meninggal, Dia harus melakukan tugas bakti-Nya sebagai seorang anak. Betapa rendah hatinya Dia. Tetapi kemudian mereka hanya melihat dari luar karena di dalam mereka tidak memiliki pengalaman kudus. Itu sebabnya. Tidak semua orang yang berguru pada guru yang sama akan mendapatkan pencerahan yang sama, tingkat pencapaian yang sama. Tidak, tidak. Beberapa bahkan masih berada di tingkat iblis, karena itulah mereka datang ke sana – hanya untuk membuat masalah bagi sang Guru. Sama seperti Devadatta, atau Yudas dalam agama Kristen di bawah Tuhan Yesus.

Alasan mengapa para biksu baik, imam baik, biksu suci atau Guru suci semakin difitnah, semakin direndahkan, semakin dibenci, dan semakin berada dalam bahaya adalah karena para biksu jahat, imam jahat, semuanya khawatir bahwa Guru ini akan merebut pengikut mereka, kemudian mereka tidak akan punya apa-apa untuk dimakan, dan tidak ada lagi yang datang memberi persembahan kepada mereka. Mereka tidak perlu khawatir. Di dunia ini, akan selalu ada orang-orang bodoh yang mengikuti para biksu jahat, biksuni jahat. Atau karena para biksu dan biksuni atau imam ini juga merupakan inkarnasi jahat, orang-orang yang juga jahat atau bodoh akan tetap mengikuti mereka.

Kutipan dari “Berita Mengejutkan” Ủa thầy?!? (Hah, guru?!?) Orang-orang buang hajat di kepala, buang hajat di kepala, buang hajat di kepala Buddhisme, buang hajat di kepala para biksu dan biksuni, dan buang hajat kepada praktik dan studi agama Buddha.

Akan selalu ada sesuatu yang bisa didapatkan oleh para biksu atau imam untuk bertahan hidup. Hanya saja, Anda tidak boleh meminta hal-hal yang luar biasa atau kekayaan atau kemewahan. Maka Anda akan selalu bertahan hidup. Anda tidak perlu khawatir tentang itu. Berapa banyak biksu dan biksuni yang tinggal di hutan, di gunung-gunung besar? Dan mereka berlatih siang dan malam. Mereka masih baik-baik saja! Dan juga, tidak hanya itu, para biksu, imam, dan orang-orang normal lainnya yang jahat mungkin juga sedang dirasuki iblis, sehingga mereka tidak dapat mengetahui hal yang sebenarnya. Jadi mereka selalu memprovokasi orang lain untuk bertengkar. Mereka menyukainya. Mereka memiliki sifat agresif ini di dalam diri mereka dari pengaruh iblis, atau karakter mereka sendiri seperti itu. Dan yang lain mungkin lebih diam, tapi mereka tidak suka para biksu atau Guru suci yang terkenal karena Mereka membuat mereka merasa kecil.

Bukan berarti para Guru pergi dan bertengkar dengan mereka atau melakukan apa pun kepada mereka; Mereka bahkan tak mengenal mereka. Tetapi mereka hanya memfitnah dari jauh atau dari belakang Mereka atau apa pun, dan hanya menyebarkan semua hal buruk tentang Mereka. Karena mereka merasa kecil; mereka merasa inferior; mereka merasa khawatir bahwa para Guru suci atau para biksu baik ini akan membuatnya jelas, nyata, bahwa mereka sendiri buruk. Jadi mereka khawatir tentang para Biksu Suci ini. Dan itulah mengapa mereka membenci Mereka dan melakukan segala macam hal untuk melenyapkan Mereka atau membuat Mereka terkoyak-koyak, dan untuk membingungkan umat beriman yang ingin mencari Guru sejati untuk mendapat pencerahan dan pembebasan. Itulah masalahnya.

Jadi, menjadi terkenal, suci, sama sekali tidak menjamin Anda menjadi lebih baik daripada guru palsu atau biksu dan biksuni yang jahat atau apa pun. Hanya saja, apa pun yang dapat Anda lakukan untuk membantu orang lain untuk mengangkat diri mereka dan terbebaskan oleh Rahmat Tuhan dan kembali ke Rumah ke Kerajaan yang sejati, ke Rumah yang sejati, maka lakukan saja. Itu saja.

Dan Tuhan Yesus tahu bahwa Dia akan disalibkan; Dia tetap turun ke dunia yang kejam ini, dan mencoba menolong. Anda tahu, itulah sebabnya mengapa begitu banyak orang diangkat menjadi orang suci semasa hidup-Nya. Dan pengaruh-Nya, ajaran-Nya, masih terus berlanjut hingga hari ini. Miliaran orang mengikuti Tuhan Yesus – maksud saya, meskipun mereka tidak benar-benar tulus, mereka menghormati-Nya dan mengikuti-Nya. Dan mereka tahu bahwa ajaran-Nya adalah benar, meskipun mereka tidak cukup kuat untuk mengikuti-Nya. Sama halnya dengan Sang Buddha – meskipun Sang Buddha sudah tidak berada di dunia ini secara fisik, milyaran orang mengikuti ajaran Sang Buddha. Setidaknya mereka mencoba. Beberapa orang mengikuti dan menjadi baik secara moral, bahkan menjadi orang suci, atau setidaknya menjadi biksu dan biksuni yang baik atau pengikut yang baik. Jadi, itu tidak masalah.

Di dunia ini, semuanya sangat berbahaya, terutama jika Anda terkenal dan dicintai banyak orang. Maka Anda harus waspada setiap saat. Meskipun begitu, Anda tidak akan pernah tahu apakah Anda aman. Sudah menjadi sifat manusia untuk cemburu. Dan ketika mereka merasa terancam akan kehilangan ketenaran atau keuntungan mereka, maka mereka menjadi lebih agresif, dan Anda bisa berada dalam bahaya.

Banyak Guru yang telah meninggal. Hanya untuk apa? Mereka tidak berbuat salah – hanya membantu orang lain untuk membuat masyarakat menjadi tempat yang lebih bersih, lebih murni, untuk membuat dunia lebih layak dihuni. Tapi toh Mereka tetap meninggal. Bahkan di suatu sudut kecil di dunia, di Âu Lạc (Vietnam) baru-baru ini, dua atau tiga Guru menghilang. Yang saya ingat adalah Guru Huỳnh Phú Sổ dan Guru Minh Đăng Quang. Keduanya orang suci, tanpa pamrih berkorban sepanjang waktu hanya demi mengajari orang-orang hal-hal baik, dan hanya berusaha mengikuti para Buddha untuk melakukan apa pun yang harus dilakukan seorang Buddha. Bahkan jika orang tak percaya bahwa kedua Orang Suci ini adalah Orang Suci atau Bodhisatwa atau Buddha, setidaknya mereka bisa melihat bahwa Mereka tidak berbuat salah apa pun. Mereka hanya berbuat baik. Namun tetap saja, ada beberapa elemen yang bocor di suatu tempat dan menyelinap ke suatu tempat yang membunuh Mereka, membuat Mereka menghilang, tanpa jejak. Tidak ada yang bisa menemukan Mereka. Tak ada yang tahu kenapa.

Dan kita juga ingat Guru Nguyễn Thành Nam, Pendiri Nam Quốc Phật, Buddhisme Nam Quốc atau Buddhisme Kelapa. Dia juga telah dibunuh tanpa alasan – tidak benar-benar ada alasan agar Dia dibunuh. Dia hanya meminta perdamaian bagi rakyat di negeri-Nya. Dia menderita melihat orang-orang harus mati dengan sia-sia, dengan brutal, dan tidak perlu. Jadi Anda dapat melihat alasan mengapa tiga Guru telah dibunuh – baik secara rahasia atau seperti dalam kasus Guru Nguyễn Thành Nam, dibunuh secara terbuka di depan beberapa murid-Nya,

Kutipan dari “Yang Mulia Biksu Kelapa – Kehidupan Bergejolak dari Seorang Biksu yang Istimewa” Kehidupan penuh petualangan dari Yang Mulia Biksu Kelapa : Biksu Kelapa mempersembahkan sebuah kelapa kepada Presiden AS, karena, jika Anda perhatikan dengan saksama, Anda akan melihat simbol perdamaian di sana. Surat yang dikirim Biksu Kelapa kepada Presiden AS adalah sebuah petisi. Dia ingin Presiden Lyndon B. Johnson meminjami-Nya 20 pesawat angkut raksasa untuk membawa Dia dan para murid-Nya, bersama dengan perbekalan, ke zona demiliterisasi di paralel ke-17 yang membelah Vietnam menjadi dua pihak yang bermusuhan pada saat itu. Di sana, mereka akan mendirikan paviliun doa tepat di tengah Sungai Bến Hải. Dia akan duduk di sana, berdoa selama tujuh hari tanpa makan dan minum. Di kedua tepi sungai, 300 biksu di setiap sisi akan berdoa bersama-Nya. Dia meyakinkan Presiden Lyndon B. Johnson bahwa rencana ini akan membawa perdamaian bagi Vietnam. Tidak ada yang tahu apakah surat tersebut pernah sampai ke tangan Presiden Johnson, tetapi semua orang tahu bahwa Yang Mulia Biksu Kelapa tidak pernah menyerah pada mimpi-Nya untuk membawa perdamaian ke Vietnam.

Menurut Law Newspaper, setelah tahun [1975], pemerintah tidak lagi mengizinkan Biksu Kelapa mengamalkan agama-Nya. Beberapa waktu kemudian, Dia mencoba melarikan diri dari negara tersebut, namun ditangkap. Baru pada tahun 1985 pihak berwenang mengizinkan Sang Biksu kembali ke rumah. Pada saat itu, berat badannya kurang dari 40 kg. Pada bulan Mei 1990, setelah para murid-Nya secara diam-diam membawa-Nya berlindung di rumah salah satu pengikut-Nya di provinsi Tiền Giang, polisi datang untuk menemukan-Nya di sana. Tidak jelas bagaimana konfrontasi kedua belah pihak terjadi, tetapi yang meninggal adalah Biksu Kelapa.

Setelah kasus pembunuhan tersebut, Pengadilan Rakyat di provinsi Bến Tre mengadili para murid-Nya atas tuduhan melawan petugas yang sedang bertugas, dengan hukuman yang berat. Detail dari kasus ini serta kematian Biksu Kelapa tidak dipublikasikan secara luas oleh media pemerintah. John Steinbeck menulis dalam memoarnya: “Terakhir kali saya melihat Biksu Kelapa, kami tidak berpamitan. Pada saat itu, Dia menyeka air mata yang langka dari mata-Nya, tetapi kemudian Dia tersenyum lagi, dan Dia mengangkat tangan-Nya untuk menunjuk ke arah langit tempat Dia tinggal.”

Itu seharusnya membuat takut setiap orang yang benar-benar melakukan hal-hal baik atau mencintai orang-orang di dunia, dan berusaha melindungi mereka atau membantu mereka untuk membebaskan jiwa mereka dengan Ajaran yang benar, suci, dan mulia.

Photo Caption: Menjangkau Tetangga yang Baik Dengan Sapaan yang Cantik

Unduh Foto   

Tonton Lebih Banyak
Semua bagian  (3/10)
Bagikan
Bagikan ke
Lampirkan
Mulai pada
Unduh
Mobile
Mobile
iPhone
Android
Tonton di peramban seluler
GO
GO
Prompt
OK
Aplikasi
Pindai kode QR, atau pilih sistem telepon yang tepat untuk mengunduh
iPhone
Android